Kamis, 12 September 2013
PENJELASAN PASAL 25A UUD
PASAL 25A UNDANG-UNDANG DASAR TENTANG WILAYAH NEGARA
Lihat UUD 1945
(Amandemen) : Bab IXA, Pasal 25A Wilayah Negara : “Negara Kesatuan Republik
Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah
yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang”.
Wilayah negara adalah tempat tinggal, tempat hidup dan sumber
kehidupan warga negara yang meliputi daratan, lautan dan ruang udara, dimana
suatu negara memiliki kedaulatan penuh atas wilayah negaranya. Bentuk wilayah negara Indonesia berdasarkan
teorinya termasuk divided or separated,
yaitu negara yang terpisah oleh wilayah laut dan atau sepotong oleh negara lain
(negara yang wilayahnya dibagi-bagi atau dipisah-pisahkan/daratan-daratannya
dipisah-pisahkan oleh perairan laut).
Untuk lebih jelasnya, dibawah ini
dikemukakan bagian-bagian dari wilayah negara tersebut, sebagai berikut:
1.
Wilayah Daratan Termasuk Tanah di bawahnya
Wilayah
daratan adalah bagian dari wilayah negara dimana rakyat atau penduduk negara
itu bermukim secara permanen. Demikian pula diwilayah daratan itu pula
pemerintah negara melaksanakan dan mengendalikan segala kegiatan
pemerintahannya. Pada umumnya garis
batas wilayah daratan ditetapkan berdasarkan perjanjian-perjanjian garis batas
wilayah antara negara-negara yang berbatasan. Ada pula garis batas wilayah
antara dua negara berupa sungai yang mengalir di perbatasan wilayah
negara-negara yang bersangkutan. Atau dapat pula garis batas wilayah pada
sungai tersebut ditetapkan pada bagian-bagian terdalam dari aliran sungai, yang
disebut thalweg.
Termasuk pula dalam ruang lingkup wilayah daratan adalah tanah dibawah
daratan tersebut. Mengenai batas kedalaman dari tanah dibawah wilayah daratan
yang merupakan bagian wilayah negara, tidak atau belum terdapat pengaturannya
dalam hukum internasional positif. Oleh karena itu dapatlah dikatakan, bahwa
kedaulatan negara atas tanah dibawah wilayah daratannya sampai pada kedalaman
yang tidak terbatas. Kedaulatan negara tersebut meliputi pula sumber daya alam
yang terkandung di dalamnya.
2.
Wilayah Perairan
Kedaulatan negara pantai selain di wilayah daratan dan perairan
pedalamannya, perairan kepulauannya, juga meliputi laut teritorial, ruang udara
diatasnya dan dasar laut serta lapisan tanah dibawahnya. Ketentuan tentang Laut
Teritorial dan Zona Tambahan ini diatur dalam pasal 3 dan pasal 33 United
Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) yang disahkan oleh PBB
pada tahun 1982. Indonesia sendiri mengeluarkann Undang-Undang Nomor 17 Tahun
1985 ini mengenai ratifikasi UNCLOS.
Dalam ketentuan ini, batas laut teritorial tidak melebihi batas 12 mil laut
diukur dari garis pangkal normal. Untuk negara-negara kepulauan yang mempunyai
karang-karang di sekitarnya, garis pangkalnya adalah garis pasang surut dari
sisi karang ke arah laut. Bagian ini juga membahas tentang perairan kepulauan,
mulut sungai, teluk, instalasi pelabuhan, penetapan garis batas laut teritorial
antara negara-negara yang pantainya berhadapan atau berdampingan serta lintas
damai. Mengenai zona tambahan, menentukan bahwa Negara pantai dalam zona
tersebut bisa melaksanakan pengawasan yang diperlukan guna mencegah pelanggaran
undang‑undang menyangkut bea cukai, fiskal, imigrasi, dan saniter dalam
wilayahnya, namun tidak boleh lebih dari 24 mil laut.
a. Laut
Wilayah/Laut Teritorial
Laut wilayah atau teritorial berhubungan dengan
kedaulatan (sovereignty) suatu
negara. Pasal 1 Konvensi Jenewa 1958 menyatakan ”kedaulatan suatu negara dapat
melampaui daratan dan perairan pedalamannya sampai kepada suatu jalur laut yang
berbatasan dengan pantai negara tersebut yang dinamakan laut wilayah”.
Sementara itu, Pasal 2 Konvensi 1982 menyatakan ”kedaulatan suatu negara
pantai, selain wilayah daratan dan perairan pedalamannya, dan dalam suatu hal
negara kepulauan, perairan kepulauannya, meliputi pula suatu jalur laut yang berbatasan
dengannya yang dinamakan laut teritorial, lebar laut teritorial tidak boleh lebih dari 12 mil laut
diukur dari garis pangkal).
b. Zona Tambahan
Zona tambahan dapatlah dikatakan merupakan zona transisi
antara laut lepas dan laut wilayah. Menurut Pasal 33 ayat (2), zona tambahan tidak dapat melebihi
dari 24 mil laut dari garis pangkal dari mana lebar laut wilayah diukur, lebar
laut wilayah 12 mil, maka dengan sendirinya lebar zona tambahan 24 mil
dikurangi 12 mil sama dengan 12 mil.
Mengenai wewenang negara pantai atas zona tambahan, Pasal 33
ayat (1) menjelaskan bahwa negara-negara pantai dapat melaksanakan
pengawasan-pengawasan yang perlu untuk mencegah pelanggaran peraturan bea
cukai, fiskal, imigrasi atau saniter di dalam wilayah atau laut teritorialnya.
Pengawasan ini dapat dilengkapi dengan tindakan-tindakan pemberantasan dan
negara pantai dapat menghukum para pelanggar peraturan perundang-undangan
tersebut.
c. Landas Kontinen / Continental Shelf
Definisi landas kontinen ada dalam Pasal 76 Konvensi, “landas
kontinen terdiri dari dasar laut dan tanah dibawahnya yang menyambung dari laut
teritorial dari negara pantai, melalui kelanjutan alamiah dari wilayah
daratannya sampai kepada ujung luar dari tepian kontinen atau sampai pada jarak
200 mil laut dari garis pangkal dari mana laut teritorial diukur
Hak dan kewajiban
negara pantai di landas kontinen hampir sama dengan hak dan kewajiban di ZEE.
Negara pantai mempunyai kedaulatan atas dasar laut dan tanah bawah dari landas
kontinen, termasuk di dalamnya hak eksklusif untuk mengatur segala sesuatu yang
bertalian dengan eksploitasi sumber-sumber alam seperti pemboran minyak dan hak
atas sumber-sumber hayati laut (Pasal 77). Hak negara pantai atas landas
kontinen tidaklah merubah status hukum perairan di atasnya atau udara di atas
perairan tersebut (Pasal 78).
d. Selat Yang Digunakan Untuk
Pelayaran Internasional
Rezim lintas melalui selat-selat yang digunakan untuk pelayaran
internasional tak mempengaruhi status hukum perairannya atau pelaksanaan kedaulatan
atau yurisdiksi oleh negara yang berbatasan dengan selat-selat tersebut
terhadap perairan, dasar laut, tanah dibawahnya serta ruang udara diatasnya.
Bagian ini juga membahas lintas transit. Ketentuan ini diatur dalam pasal 41
UNCLOS
e. Zona Ekonomi Eksklusif
Merupakan suatu wilayah diluar dan berdampingan dengan laut territorial
yang tidak melebihi jarak 200 mil laut. Dalam United Convention on the Law
of the Sea (UNCLOS III) tahun 1982 ketentuan tentang Zona Ekonomi Eksklusif
(ZEE) diatur dalam pasal 55 tentang Rezim Hukum Khusus Zona Ekonomi Eksklusif.
Pasal ini berbunyi, “zona ekonomi eksklusif adalah suatu daerah diluar dan
berdampingan dengan laut teritorial yang tunduk pada rezim hukum khusus yang
ditetapkan dalam Bab ini berdasarkan mana hak-hak dan yurisdiksi negara pantai
dan hak-hak serta kebebasan-kebebasan negara lain, diatur oleh ketentuan-ketentuan
yang relevan Konvensi ini”. Berkenaan dengan ZEE ini, pemerintah
pada tahun 1983 mengeluarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia.
3. Wilayah
dasar laut dan tanah dibawahnya yang terletak dibawah wilayah perairan
Wilayah negara meliputi juga dasar laut dan
tanah di bawahnya yang terletak di bawah wilayah perairan, berarti negara
memiliki kedaulatan terhadap dasar laut dan tanah di bawahnya, segala sumber
daya alam yang terkandung di dalamnya adalah menjadi hak dan kedaulatan
sepenuhnya dari negara yang bersangkutan.
4. Wilayah
ruang udara
Ruang udara yang merupakan bagian wilayah
negara adalah ruang udara yang terletak di atas permukaan wilayah daratan dan
di atas permukaan wilayah perairan negara yang bersangkutan dengan kata lain
wilayah daratan dan lautan secara vertikal tidak di batasi sepanjang dapat
dipertahankan oleh negara tersebut.
Namun dalam keadaan sekarang sudah semakin
sukar dipertahankan wilayah udara negara yang tinggal di angkasa luar, karena
kemajuan teknologi modern. Misalnya sputnik, Apollo, Chaelenger milik negara
maju(adi kuasa) dapat mengelilingi bumi beberapa kali melalui banyak negara
tanpa izin terlebih dahulu kepada siapapun. Kemungkinan untuk masa yang akan
datang akan diadakan perjanjian internasional mengenai ruang angkasa
ini.kedaulatan atas wilayah suatu negara telah ditetapkan dalam suatu
perjanjian internasional (konvensi paris) tahun 1919, yang telah diperbaharui
dengan konvensi Chicago tahun 1944 tentang penerbangan Sipil Internasional.
No comments:
Post a Comment